Suara
alam menderu-deru, saling sahut menyahut. Kulayangkan mata ke bentangan yang
tertangkap oleh cakrapandang. Aku hidup, tergerakkan dan tergetar merasakan
harmoni yang begitu merdu dari semesta. Di ufuk barat sana, mentari perlahan
pamit menggelar jubah jingganya. Suara deburan ombak menggema, saat tubuh
rapuhnya yang tergerak oleh kekuatan angin menghempas karang yang kokoh yang
berjejer di tepi laut. Gerak air menjilat hamparan pasir pantai, menyajikan
permadani pasang dan surut silih berganti.
Aku duduk memeluk lutut
pada hamparan pasir. Pergerakan udara begitu cepat dan kuat, menyapa tubuhku.
Menelisik ke setiap pori jilbab yang ku kenakan. Dingin, terasa begitu dingin. Menikmati
ini semua, seperti bumi yang menerima hujan dari langit. Hatiku terbuka,
menikmati segala yang ada. Ku tengadahkan kepala, awan di atas sana berarak
perlahan, mengepul.. sungguh indah, bersama rona jingga dari sang senja.
Kembali ku layangkan
pandang ke depan, mentari nampak bulat. Burung-burung berbondong-bondong,
memperindah cakrawala. Hubungan ini terasa begitu erat saat melihat ciptaan-Mu.
Untuk sejenak merebahkan sayap hati yang patah karena terlalu sering dideru
goncangan yang cukup kuat. Layaknya ombak yang nampak tegar dalam kerapuhannya,
mungkin seperti itulah aku. Begitu lemah dalam kesepian dan Engkau adalah
kunciku. Kunci dari segala ketenanganku, meski terkadang mataku tertutupi oleh
tirai ketidaksadaran, dan terlenakan oleh kebahagiaan semu. Namun, di balik
semua itu langkahku, nafasku dan seluruh hidupku adalah untuk-Mu.
Kuhembuskan nafas
sekuat-kuatnya, berharap gelisah yang bersemayam ikut terhempas bersama aliran
udara dari rongga kehidupanku. Ombak semakin menderu, menyeret perhatianku.
Riak gemericiknya seakan bercerita tentang ketegaran. Bagaimana ia mampu
menyeret bebatuan jauh dari tempatnya semula, walau sebenarnya bebatuan tak
pernah meminta ombak untuk menyeretnya. Bebatuan tak pernah meminta untuk
terbuang dari tahtanya. Walaupun bebatuan begitu bangga akan setiap partikel kuat
yang tersimpan dalam beratnya. Dalam setiap mantra kuat yang disugestikan untuk
kekuatannya, ia kuat. Hingga air yang rapuh dan mendapat dukungan dari angin
membentuk ombak yang mampu memindahkan batuan kecil atau bahkan memecah
bebatuan besar sekalipun dengan usahanya. Batuan pun tak pernah mengucap kata
sepakat untuk mempersilahkan ombak membawanya atau meruntuhkan dinding
pertahanan yang begitu kokoh. Namun, gemericik ombak yang datang, menggelora
dan mengejutkan dan inilah kenyataannya. Bebatuan itu kalah.
Yah, seperti itulah. Batu
yang kuat sekalipun mampu terkalahkan oleh air yang rapuh pada celah tertentu
dan saat dimana gaya untuk bertahan menjadi lebih kecil dari tekanan yang ada.
Benturan yang terus-menerus, menderu dan merapuhkan apa yang sebelumnya pernah
kuat. Semua ini tentang hati, tentang bagaimana ia dirundung putus asa, di saat
yang tak terduga, dalam hati yang mulai lelah hingga mampu mengikis sisi
realitasnya. Putus asa tak bisa dihindari, karena ia telah menjadi kodrat yang
mengejahwantah di setiap hembusan angin kehidupan, memberikan warna-warni dalam
hidup.
ku genggam butiran pasir,
merasakan hadirnya yang begitu mungil dalam genggaman. Menggenggam dan
menghamburkannya. Membiarkan angin membawa unit-unit kecil itu ke tempat lain.
Mungkin ke tempat yang lebih indah, entahlah. Yang aku tau, tanpa pasir itu,
pantai ini takkan indah. Begitulah, setiap yang ada memiliki makna. Makna untuk
dirinya, dan makna untuk apa ia dihadirkan.
Berdiri, ku kibaskan
pasir yang menempel pada kain yang membalut tubuhku. Jilbab ungu yang kukenakan
berkibar menyambut riak angin. Kulangkahkan kaki perlahan, menyusuri permadani
pasir. Menghampiri gugusan pepohonan di sekitar pantai. Ada nyiur yang
melambai, dan beberapa ketapang yang berukuran cukup besar. Mereka berdiri
dengan gagahnya menantang angin laut yang semakin buas. Namun ada satu tumbuhan
yang membuat perhatianku terpusat padanya. tubuhnya yang mungil ingin bertahan
dengan akarnya yang pendek. Rantingnya tak seberapa ingin menopang daun yang
seadanya. Kulitnya yang tipis ingin memasang senyum menantang angin yang datang.
Ya, ia pohon kecil yang ingin kuat di tengah lemahnya. Sapaan angin bukan
tamparan bagi tubuh mungilnya, walaupun kadang ia berteriak. Belaian butiran
pasir pantai yang terhempas bukanlah tekanan bagi rantingnya, walau kadang ia
mengeluh. Ya, ialah pohon mungil yang ingin tegar dalam rapuhnya. Ia tetap
hidup bersenandung penuh harap mengajak pucuk-pucuknya menggapai langit. Ia
ingin senyuman mentari menyambut hidupnya yang penuh semangat di tengah terpaan
angin. Ia menginginkan pelukan awan. Ya, ialah pohon kecil yang mungkin juga
tumbuh tak terlihat di dalam diriku atau mungkin di dalam diri-diri setiap
orang. Hanya saja, ada yang menimbunnya
bersama ombak yang datang menampar bebatuan kuat yang ada pada dirinya. Hidup
penuh dengan kejutan dan kita tak akan pernah tau sebelum mencoba untuk
melaluinya.