Menggenggam Kekayaan Sejati
dengan Sifat Qana'ah
Di
dalam diri manusia terdapat sebuah keinginan untuk memiliki kekayaan berupa
harta benda. Keinginan itu akan berdampak negatif atau positif tergantung pada
hal yang mendasari munculnya keinginan tersebut. Sesorang yang tidak bsa
mengarahkan keinginannya kepada hal yang positif akan mengejar kekayaan dengan
cara-cara yang tidak benar.
Pengaruh
qana’ah dan merasa cukup bagi seorang mukmin di antaranya ia tidak memandang dan
tenggelam atas karunia Allah yang telah dilimpahkan kepadanya, yang berupa
kenikmatan dunia, sebagaimana firman-Nya,
“Dan janganlah kamu tujukan kedua
matamu kepada apa yang telah kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka,
sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami coba mereka dengannya. Dan karunia
tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Q.S
Thaha: 131)
Kemudian
ia akan selalu meyakini bahwa rezeki akan selalu datang kepadanya.
Lalu,
ia akan terlihat tenteram, tenang dan tidak akan berlebih-lebihan dalam mencari
kesibukan duniawi. Segala sesuatu akan diberikan rezkinya masing-masing.
Pengaruh lain dari sifat qana’ah adalah zuhud terhadap dunia. Ia tidak merasa
senang menerimanya dan tidak bersedih jika kehilangan sesuatu, sebagaimana
firman Allah,
“(Kami jelaskan yang demikian itu)
supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya
kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.”
(Q.S Al-Hadid: 23)
Qana’ah
adalah ridha dengan rezeki yang dianugrahkan oleh Allah swt dan merasa cukup
meskipun sedikit dan tidak mengejar kekayaan dengan cara meminta-minta kepada
manusia dan mengemis. Rasulullah saw bersabda,
“Sungguh beruntung orang yang berislam,
memperoleh kecukupan rezeki dan dianugerahi sifat qana’ah atas segala pemberian”
(Hasan. HR. Tirmidzi).
Rasulullah
menuntun kita agar ridha dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah baik itu
berupa nikmat kesehatan, keamanan, maupun kebutuhan harian.
Qana’ah
adalah gudang yang tidak akan habis. Sebab, qana’ah adalah kekayaan jiwa. Dan
kekayaan jiwa lebih tinggi dan lebih mulia dari kekayaan harta. Kekayaan jiwa
melahirkan sikap memberi kehormatan diri dan menjaga kemuliaan diri tidak
meminta kepada orang lain. Sedangkan, kekayaan harta dan tamak pada harta
melahirkan kehinaan diri.
Tamak
pada harta bertentangan dengan qana’ah. Rasulullah telah mengingatkan bahaya
tamak ini. beliau menganggap tamak merusak agama dan mencelakakan pemiliknya,
sebagaimana serigala lapar akan membuat elaka sesekor kambing. Imam Tirmidzi
rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Ka’ab bin Malik Al-Anshari
bahwa Rasulullah bersabda, “Dua serigala
yang lapar yang dikirim dalam (kandang) kambing tidaklah lebih merusak dari
tamak dan berlebihannya seseorang pada harta bagi agamanya.”
Termasuk
qana’ah adalah tidak berlebihan dalam makan, minum, pakaian, perhiasan dan
tempat tinggal, serta segala kebetuhan yang menyibukkan dari akhirat. Termasuk
qana’ah adalah pendek angan-angan, dan tidak sibuk memikirkan prediksi,
kekayaan dan rezeki di masa yang akan datang. Terlalu banyak memikirkan hal itu
dapat menjadi sebab sibuk dari taat, ibadah dan jalan akhirat.
Manfaat sifat Qana’ah
Perlu kita ketahui bahwa sifat qana’ah merupakan
sifat terpuji dan tentunya terdapat banyak manfaat jika kita berusaha
menerapkan sifat ini dalam kehidupan kita, diantara manfaatnya yaitu
1. Memperkuat
iman
Ketika kita puas atas apa yang telah
Allah swt berikan kepada kita, hati kita akan selalu dihiasi dengan keimanan
kepada Allah SWT. Kepuasan kita mendorong kita untuk selalu meyakini bahwa
Allah SWT telah menetapkan jatah rezeki untuk kita, sehingga kita tidak takut
ketika merasa ketidakcukupan. Ini sangat berkaitan dengan salah satu rukun
iman, yaitu iman kepada takdir.
2. Sifat
qana’ah mencerminkan rasa syukur kita kepada Allah swt.
Dengan sifat qana’ah, kita akan
selalu merasa cukup dengan apa yang diberikan oeh Allah swt.
كن ورعًا تكن أعبد الناس، وكن قنعًا تكن أشكر الناس
“Jadilah seorang yang wara’,
niscaya engkau menjadi manusia yang paling baik dalam beribadah. Dan jadilah
seorang yang qana’ah, niscaya engkau menjadi manusia yang paling bersyukur”
(Shahih. HR. Ibnu Majah)
Hati yang dipenuhi rasa qana’ah,
akan membiaskan kebahagiaan dan menimbulkan rasa syukur sehingga segala
kesempitan dalam hidup akan hilang.
3. Memperoleh
kehidupan yang lebih baik
Allah akan memuliakan para hamba-Nya yang
beriman dengan memberikan hati yang tenang, kehidupan yang tenteram serta jiwa
yang ridha, yang semua itu menunjukkan akan keutamaan qana’ah. Tidak diliputi
kegelisahan karena merasa kekurangan atas jatah rezeki yang ditetapkan, tidak
pula dihinggapi berbagai penyakit hati yang meresahkan jiwa sehingga terkadang
mendorong seseorang melakukan perbuatan yang buruk. Hati yang baik akan
melahirkan amalan lahiriah yang baik. Sebaliknya, hati yang buruk karena
dijangkiti penyakit akan melahirkan perilaku yang buruk.
Kekayaan
yang hakiki adalah kekayaan jiwa, yaitu orang yang merasa cukup dengan apa yang
dimiliki orang lain. Ia tidak berharap dengan apa yang dimilki orang lain, baik
berupa harta maupun tahta. Tidak sedikit orangyang kelihatannya kaya secara
materil padahal hatinya miskin dan mengharap apa yang dimiliki. Inilah
kefakiran yang sebenarnya. Betapa banyak orang yang tampaknya fakir tetapi
hatinya merasa senang bersama Allah dan merasa cukup dalam pandangan manusia.
Inilah kekayaan sesungguhnya.
Qana’ah
adalah kekayaan sejati. Oleh karenanya, Allah menganugerahi sifat ini kepada
nabi-Nya, shallallahu’alaihi wa sallam.
Rasulullah
saw bersabda
Abu
Dzar radhiallahu’anhu mengatakan Rasulullah shallallhu’alaihi wa sallam pernah
bertanya, “Wahai Abu Dzar apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itu
adalah kekayaan sebenarnya?” saya menjawab “Iya, wahai Rasulullah”. Beliau
kembali bertanya, “Dan apakah engkau beranggapan bahwa kefakiran itu adalah
dengan sedikitnya harta?” Diriku menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.” Beliau
pun menyatakan, “Sesungguhnya kekayaan itu adalah dengan kekayaan hati dan
kefakiran itu adalah dengan kefakiran hati.” (HR. An-Nasaai dalam al-Kubra:
11785; Ibnu Hibban: 685)
“Bukanlah orang kaya itu yang
banyak hartanya, tetapi orang kaya adalah orang yang kaya hatinya”
(HR. Syaikhain dari Abu Hurairah r.a.)
Tips
agar bisa menetapkan sifat qana’ah:
1. Memperkuat
keimanan terhadap takdir Allah, kesabaran dan tawakkal
Keimanan
terhadap takdir Allah merupakan pondasi yang dapat melahirkan sifat qana’ah,
diiringi dengan memperkuat sifat sabar dan tawakkal. Ketika sifat qana’ah tidak
terdapat dalam diri kita berarti ada kekurangan dalam keimanan terhadap takdir
Allah, kesabaran kita masih minim, begitu pula dengan rasa tawakkal.
2. Memahami
hikmah Allah menciptakan perbedaan rezeki dan kedudukan di antara hamba-Nya
“Apakah
mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan” (az-Zukhruf: 32).
Salah satu hikmah
timbulnya perbedaan rezeki sehingga ada yang kaya dan yang miskin adalah agar
kehidupan di bumi bisa berlangsung, terjadi hubungan timbal-balik di mana kedua
pihak saling mengambil manfaat, yang kaya memberikan manfaat kepada yang miskin
dengan harta, sedangkan yang miskin memberikan bantuan tenaga kepada yang kaya,
sehingga keduanya menjadi sebab kelangsungan hidup bagi yang lain (Tafsir
al-Baghawi).
Selain itu, kondisi kaya
dan miskin itu merupakan ujian, dengan keduanya Allah hendak melihat siapakah
di antara para hamba-Nya yang berhasil.
3.
Melihat kondisi mereka
yang berada di bawah kita
Di dunia ini kita pasti akan menemukan
orang yang memiliki kondisi ekonomi di bawah kita. Jika kita ditakdirkan
ditimpa musibah, pasti di sana ada mereka yang diuji dengan musibah yang lebih
daripada kita. Jika kita ditakdirkan menjadi orang yang fakir, pasti di sana
ada orang yang lebih fakir. Oleh karenanya, mengapa kita menengadahkan kepala,
melihat kondisi orang yang diberi kelebihan rezeki tanpa melihat mereka yang
berada di bawah?
Referensi:
Al Hilali, Majdi. 1999. 38 Generasi Unggulan. Jakarta: Gema Insani.
Faris, Muhammad Abdul
Qadir Abu. 2006. Menyucikan Jiwa.
Jakarta: Gema Insani.
Kiat-Kiat
Agar Bisa Qana’ah https://muslim.or.id/25091-kiat-kiat-agar-bisa-qanaah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar