Jumat, 19 Februari 2016

Menggenggam Kekayaan Sejati dengan Sifat Qana'ah



Menggenggam Kekayaan Sejati 
dengan Sifat Qana'ah



Di dalam diri manusia terdapat sebuah keinginan untuk memiliki kekayaan berupa harta benda. Keinginan itu akan berdampak negatif atau positif tergantung pada hal yang mendasari munculnya keinginan tersebut. Sesorang yang tidak bsa mengarahkan keinginannya kepada hal yang positif akan mengejar kekayaan dengan cara-cara yang tidak benar.
Pengaruh qana’ah dan merasa cukup bagi seorang mukmin di antaranya ia tidak memandang dan tenggelam atas karunia Allah yang telah dilimpahkan kepadanya, yang berupa kenikmatan dunia, sebagaimana firman-Nya,
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami coba mereka dengannya. Dan karunia tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Q.S Thaha: 131)
Kemudian ia akan selalu meyakini bahwa rezeki akan selalu datang kepadanya.
Lalu, ia akan terlihat tenteram, tenang dan tidak akan berlebih-lebihan dalam mencari kesibukan duniawi. Segala sesuatu akan diberikan rezkinya masing-masing. Pengaruh lain dari sifat qana’ah adalah zuhud terhadap dunia. Ia tidak merasa senang menerimanya dan tidak bersedih jika kehilangan sesuatu, sebagaimana firman Allah,
“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (Q.S Al-Hadid: 23)
Qana’ah adalah ridha dengan rezeki yang dianugrahkan oleh Allah swt dan merasa cukup meskipun sedikit dan tidak mengejar kekayaan dengan cara meminta-minta kepada manusia dan mengemis. Rasulullah saw bersabda,
Sungguh beruntung orang yang berislam, memperoleh kecukupan rezeki dan dianugerahi sifat qana’ah atas segala pemberian” (Hasan. HR. Tirmidzi).
Rasulullah menuntun kita agar ridha dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah baik itu berupa nikmat kesehatan, keamanan, maupun kebutuhan harian.
Qana’ah adalah gudang yang tidak akan habis. Sebab, qana’ah adalah kekayaan jiwa. Dan kekayaan jiwa lebih tinggi dan lebih mulia dari kekayaan harta. Kekayaan jiwa melahirkan sikap memberi kehormatan diri dan menjaga kemuliaan diri tidak meminta kepada orang lain. Sedangkan, kekayaan harta dan tamak pada harta melahirkan kehinaan diri.
Tamak pada harta bertentangan dengan qana’ah. Rasulullah telah mengingatkan bahaya tamak ini. beliau menganggap tamak merusak agama dan mencelakakan pemiliknya, sebagaimana serigala lapar akan membuat elaka sesekor kambing. Imam Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Ka’ab bin Malik Al-Anshari bahwa Rasulullah bersabda, “Dua serigala yang lapar yang dikirim dalam (kandang) kambing tidaklah lebih merusak dari tamak dan berlebihannya seseorang pada harta bagi agamanya.”
Termasuk qana’ah adalah tidak berlebihan dalam makan, minum, pakaian, perhiasan dan tempat tinggal, serta segala kebetuhan yang menyibukkan dari akhirat. Termasuk qana’ah adalah pendek angan-angan, dan tidak sibuk memikirkan prediksi, kekayaan dan rezeki di masa yang akan datang. Terlalu banyak memikirkan hal itu dapat menjadi sebab sibuk dari taat, ibadah dan jalan akhirat.

Manfaat sifat Qana’ah

Perlu kita ketahui bahwa sifat qana’ah merupakan sifat terpuji dan tentunya terdapat banyak manfaat jika kita berusaha menerapkan sifat ini dalam kehidupan kita, diantara manfaatnya yaitu
           
            1.   Memperkuat iman


Ketika kita puas atas apa yang telah Allah swt berikan kepada kita, hati kita akan selalu dihiasi dengan keimanan kepada Allah SWT. Kepuasan kita mendorong kita untuk selalu meyakini bahwa Allah SWT telah menetapkan jatah rezeki untuk kita, sehingga kita tidak takut ketika merasa ketidakcukupan. Ini sangat berkaitan dengan salah satu rukun iman, yaitu iman kepada takdir. 

            2.   Sifat qana’ah mencerminkan rasa syukur kita kepada Allah swt.

Dengan sifat qana’ah, kita akan selalu merasa cukup dengan apa yang diberikan oeh Allah swt.
كن ورعًا تكن أعبد الناس، وكن قنعًا تكن أشكر الناس
Jadilah seorang yang wara’, niscaya engkau menjadi manusia yang paling baik dalam beribadah. Dan jadilah seorang yang qana’ah, niscaya engkau menjadi manusia yang paling bersyukur” (Shahih. HR. Ibnu Majah)
Hati yang dipenuhi rasa qana’ah, akan membiaskan kebahagiaan dan menimbulkan rasa syukur sehingga segala kesempitan dalam hidup akan hilang.
3.      Memperoleh kehidupan yang lebih baik

Allah akan memuliakan para hamba-Nya yang beriman dengan memberikan hati yang tenang, kehidupan yang tenteram serta jiwa yang ridha, yang semua itu menunjukkan akan keutamaan qana’ah. Tidak diliputi kegelisahan karena merasa kekurangan atas jatah rezeki yang ditetapkan, tidak pula dihinggapi berbagai penyakit hati yang meresahkan jiwa sehingga terkadang mendorong seseorang melakukan perbuatan yang buruk. Hati yang baik akan melahirkan amalan lahiriah yang baik. Sebaliknya, hati yang buruk karena dijangkiti penyakit akan melahirkan perilaku yang buruk.

           4.  Memperoleh kekayaan yang sejati

Kekayaan yang hakiki adalah kekayaan jiwa, yaitu orang yang merasa cukup dengan apa yang dimiliki orang lain. Ia tidak berharap dengan apa yang dimilki orang lain, baik berupa harta maupun tahta. Tidak sedikit orangyang kelihatannya kaya secara materil padahal hatinya miskin dan mengharap apa yang dimiliki. Inilah kefakiran yang sebenarnya. Betapa banyak orang yang tampaknya fakir tetapi hatinya merasa senang bersama Allah dan merasa cukup dalam pandangan manusia. Inilah kekayaan sesungguhnya.

Qana’ah adalah kekayaan sejati. Oleh karenanya, Allah menganugerahi sifat ini kepada nabi-Nya, shallallahu’alaihi wa sallam.
Rasulullah saw bersabda

Abu Dzar radhiallahu’anhu mengatakan Rasulullah shallallhu’alaihi wa sallam pernah bertanya, “Wahai Abu Dzar apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itu adalah kekayaan sebenarnya?” saya menjawab “Iya, wahai Rasulullah”. Beliau kembali bertanya, “Dan apakah engkau beranggapan bahwa kefakiran itu adalah dengan sedikitnya harta?” Diriku menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.” Beliau pun menyatakan, “Sesungguhnya kekayaan itu adalah dengan kekayaan hati dan kefakiran itu adalah dengan kefakiran hati.” (HR. An-Nasaai dalam al-Kubra: 11785; Ibnu Hibban: 685)

“Bukanlah orang kaya itu yang banyak hartanya, tetapi orang kaya adalah orang yang kaya hatinya” (HR. Syaikhain dari Abu Hurairah r.a.)

Tips agar bisa menetapkan sifat qana’ah:

1.      Memperkuat keimanan terhadap takdir Allah, kesabaran dan tawakkal
Keimanan terhadap takdir Allah merupakan pondasi yang dapat melahirkan sifat qana’ah, diiringi dengan memperkuat sifat sabar dan tawakkal. Ketika sifat qana’ah tidak terdapat dalam diri kita berarti ada kekurangan dalam keimanan terhadap takdir Allah, kesabaran kita masih minim, begitu pula dengan rasa tawakkal.
2.      Memahami hikmah Allah menciptakan perbedaan rezeki dan kedudukan di antara hamba-Nya
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (az-Zukhruf: 32).
Salah satu hikmah timbulnya perbedaan rezeki sehingga ada yang kaya dan yang miskin adalah agar kehidupan di bumi bisa berlangsung, terjadi hubungan timbal-balik di mana kedua pihak saling mengambil manfaat, yang kaya memberikan manfaat kepada yang miskin dengan harta, sedangkan yang miskin memberikan bantuan tenaga kepada yang kaya, sehingga keduanya menjadi sebab kelangsungan hidup bagi yang lain (Tafsir al-Baghawi).
Selain itu, kondisi kaya dan miskin itu merupakan ujian, dengan keduanya Allah hendak melihat siapakah di antara para hamba-Nya yang berhasil.
3.      Melihat kondisi mereka yang berada di bawah kita
Di dunia ini kita pasti akan menemukan orang yang memiliki kondisi ekonomi di bawah kita. Jika kita ditakdirkan ditimpa musibah, pasti di sana ada mereka yang diuji dengan musibah yang lebih daripada kita. Jika kita ditakdirkan menjadi orang yang fakir, pasti di sana ada orang yang lebih fakir. Oleh karenanya, mengapa kita menengadahkan kepala, melihat kondisi orang yang diberi kelebihan rezeki tanpa melihat mereka yang berada di bawah?

Referensi:
Al Hilali, Majdi. 1999. 38 Generasi Unggulan. Jakarta: Gema Insani.
Faris, Muhammad Abdul Qadir Abu. 2006. Menyucikan Jiwa. Jakarta: Gema Insani.

Qona'ah, Merengkuh Kekayaan Sejati  http://kliktarbiyah.blogspot.co.id/2015/04/qonaah-merengkuh-kekayaan-sejati.html

Nurfadillah Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar